Rabu, 12 Januari 2011

PROBLEM BASED LEARNING ( PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH)


          Dengan perubahan paradigma belajar  terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari belajar berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Kondisi belajar dimana siswa/mahasiswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat, dan menghafalkannya harus diubah menjadi sharing pengetahuan, mencari (inkuiri), menemukan pengetahuan secara aktif sehingga terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Untuk mencapai tujuan tersebut, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif                                               
      Pembelajaran berbasis masalah (Probelem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002; Stepien, dkk.,1993). Lebih lanjut Boud dan felleti, (1997), Fogarty(1997) menyatakan bahwa PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
PBL memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
(1)    belajar dimulai dengan suatu masalah,
(2)    memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa/mahasiswa,
(3)    mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu,
(4)    memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri,
(5)    menggunakan kelompok kecil, dan
(6)    menuntut pebelajar untuk mendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.    
 Berdasarkan uraian tersebut tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperan aktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan mereka dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehidupan sehari-hari.

 
                                    KRITIK DAN SARAN
Kritik Substansi
·         Pada cover penulisan judul memakai bahasa asing seharusnya dicetak miring.Jadi judul yang penulis buat “ Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) seharusnya  Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah).
·         Pada kata pengantar ada penulisan yang salah mengenai penulisan nama gelar.Pada makalah “ Prof.Dr I Wayan Santyasa,M.Si” seharusnya “Prof.Dr.I Wayan Santyasa,M.Si.
·         Kemudian pada awal paragraph ada kalimat yang kurang yaitu pada pembukaan kata pengantar,disana kurang terdapat kata kami.Seharusnya puji syukur kami panjatkan,bukan kata penulis yang dipakai,karena kurang efektif jika dipakai penulis.
·         Kemudia pada paragraph kedua ada kesalahan penulisan ada kata beharap seharusnya berharap.
·         Kemudian  daftar isi pada daftar isi menuju pendahuluan terlalu banyak spasi.Seharusnya penulis bias mengatur spasi tersebut.
Tata Tulis
·         Mengenai penggunaan bahasa ada kesalahan tata bahasa juga terlihat pada Bab I latar belakang,ada kesalahan pada kata pendiikan seharusnya pendidikan.
·         Ada kalimat yang menyatakan “ kualitas pendidikan di Negara Indonesia masih sangat rendah bila dibandingkan dengan beberapa Negara berkembang lainnya didunia”disana  penulis kurang mencantumkan data yang menyatakan kualitas pendidikan diberbagai Negara.
·         Ada kata yang salah penulisan yaitu pada kata riil seharusnya real,ktrampilan seharusnya keterampilan.
·         Pada penulisan rumusan masalah dan tujuan masalah kurang dicantumkan penomoran seharusnya penulisan mencantumkannya misalnya:
-          1.2.1
-          1.2.2
-          1.2.3
Begitu seterusnya.
·         Penggunaan huruf kapital juga ada kesalahan,misalnya pada pembahasan Bab II yaitu pada 2.1 Defenisi Pembelajaran Berbasis Masalah,penulis lupa mengetikkan seharusnya penulis mengetik Problem Based Learning.
·         Kemudian pada paragaraf pertama akhir paragraph disana kurang kata dari penulis menggunakan “ berpusat kepada siswa ,yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan  dan karier,dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini, seharusnya “ berpusat  kepada siswa,yang mengembangkan kemampuan pemecahan maslah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan,karier,dan lingkungan yang bertambah komplek sekarang ini.
·         Kemudian pada halaman 5 ada kata yang kurang efektif digunakan yaitu kata apalagi kalau karena kata tersebut rancu seharusnya penulis menggunakan kata ditambah agar lebih efektif.
·         Penggunaan tanda baca juga masih ada kesalahan misalnya saja pada halaman 6 yaitu pada penjelasan yang pertama tidak cocok digunaka tanda baca(;) agar lebih efektif penulis menggunakan tanda titik(.).
·         Pada penjelasan nomor 2  halaman 6 juga ada kata yang tidak cocok digunakan misalnya saja pada kata temukan seharusnya kata yang digunakan ditemukan.
·         Pada halaman 7 juga ada pada paragraph kedua ada kalimat agar dapat,seharusnya penulis menggunakan kata agar.
·         Pada halaman 8 ada kesalahan penulisan pada kata tahap seharusnya tahapan.
·         Pada kesimpulan Bab III juga ada yang kurang yaitu pada kata dari penjelasan diatas disimpulkan seharusnya kalimat tersebut kurang kata dapat agar lebih efektif.
·         Kemudian  daftar pustaka ada kesalahan pada penulisan judul karangan Dasna,I Wayan.2005. Penggunaan Model Pembelajaran Problem- Based Learning dan Kooperatif learning untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kuliah metodologi penelitian. Seharusnya Penggunaan Model Pembelajaran Problem- Based Learning dan Kooperatif Learning Untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kuliah Metodologi Penelitian
·         Pada penulis Nur, M., Wikandari,Prima, R.,.1998.Pendekatan-pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran.Surabaya:IKIP Surabaya ,tanda baca yang digunakan penulis tidak efektif digunakan dalam penulisan daftar pustaka  seharusnya,Nur,M.Wikandari,Prima,R.1998.Pendekatan-Pendekatan Kontruktivis Dalam Pembelajaran.Surabaya:IKIP Surabaya


                                                            Daftar Pustaka

Dasna,I Wayan.2005.Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan            Kooperatif  Learning untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Kuliah Metodologi Penelitian.Malang.Lembaga Penelitian UM
Sutrisno.2006.Problem Based Learning.Dalam Monograf Model-Model PembelajaranSains (Kimia) Inovatif.Malang:Jurusan Kimia

DISIPLIN DIRI


A. HAKIKAT DISIPLIN

            Istilah disiplin diturunkan dari kata latin : disciplina yang berkaitan langsung dengan dua istilah lain, yaitu discere ( belajar) dan discipulus ( murid ). Disciplina dapat berarti apa yang disampaikan oleh seorang guru kepada murid. Disiplin dapat juga diartikan sebagai : penataan perilaku, dan perihidup sesuai dengan ajaran yang dianut (Riberu, 1987)
            Yang dimaksud dengan penataan perilaku yaitu kesetiaan dan kepatuhan seseorang terhadap penataan perilaku yang umumnya dibuat dalam bentuk tata tertib atau peraturan harian. Seseorang dikatakan berdisiplin apabila ia setia dan patuh terhadap penataan perilaku yang disusun dalam bentuk aturan – aturan yang berlaku dalam satu institusi tertentu.
Dalam prakteknya, disiplin sering ditafsirkan sama dengan hukuman dan upaya pengendalian perilaku seseorang. Dengan tafsiran seperti ini, pengertian disiplin selalu dihubungkan dengan sikap tegas dan keras dari hukuman (punishment) yang diberikan sebagai alat yang efektif untuk menegakkan disiplin, yaitu agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai aturan atau tata tertib yang berlaku.
Dengan berkembangnya pandangan-pandangan baru dalam pendidikan dan seperti pandangan humanistik, maka disiplin yang dulu keras dan otoriter itu kini diganti dengan sikap yang lebih toleran, demokratis, bahkan terkadang laissez-faire.
Konsep disiplin yang perlu dikembangkan adalah konsep yang menempatkan seseorang sebagai subyek dari disiplin untuk mencapai kematangan diri dalam berfikir, memilih, dan menata tingkah lakunya sesuai dengan tuntutan nilai dan norma-norma yang berlaku di lingkungannya. Sehingga fungsi pokok disiplin ialah mengajarkan seseorang untuk menerima pengekangan yang diperlukan dan membantu mengarahkan energi seseorang ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.

B. KEBUTUHAN DISIPLIN BAGI SESEORANG
            Dari sisi psikopedagogik, disiplin sangat penting bagi pengembangan diri seseorang. Pengembangan diri yang utuh dan sehat secara jasmani, intelektual, emosional, social, dan spiritual adalah cermin dari kualitas disiplin yang dialami dan dijalani oleh seseorang. Secara psikososial, melalui disiplin seseorang dapat berfikir, menata dan menentukan sendiri tingkah laku sosialnya sesuai dengan tata tertib dan kaedah-kaedah tingkah laku dalam masyarakat. Sejalan dengan itu, disiplin dapat memperkuat motivasi dalam diri seseorang untuk melakukan hal-hal yang dituntut, dan atau dianggap mulia oleh masyarakat, tentang apa saja yang boleh dilakukan atau dihindarkan.
 Setiap orang membutuhkan disiplin namun kebutuhan tersebut bervariasi tergantung dari usia dan kegiatan yang dilakukan oleh orang tersebut. Dengan adanya disiplin, seseorang akan memperoleh penyesuaian pribadi, sosial, dan institusional yang lebih baik. Penyesuaian pribadi artinya seseorang dapat mengembangkan kemampuan pribadinya secara optimal dan mewujudkan kemampuan pertumbuhan itu  sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat. Penyesuaian sosial artinya seseorang dapat membangun hubungan dan interaksi sosial secara efektif dan efisien berdasarkan aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungannya. Penyesuaian institusional artinya seseorang dapat hidup dan menyesuaikan pertumbuhan diri dan interaksi sosialnya dengan syarat-syarat, aturan, dan norma-norma yang ditetapkan oleh institusi.

C. UNSUR-UNSUR DISIPLIN DAN PENERAPANNYA
            Disiplin sebagai kebutuhan dan sekaligus upaya pengembangan seseorang untuk berprilaku sesuai dengan aturan dan norma yang ditetapkan oleh masyarakat mempunyai lima unsur penting. Kelima unsure itu menurut Kurtinez & grief, 1974 ( dalam Hurlock, 1978 ) sebagai berikut : (1) aturan sebagai pedoman tingkah laku, (2) kebiasaan-kebiasaan, (3) hukuman untuk pelanggaran aturan, (4) penghargaan untuk perilaku yang baik yang sejalan dengan peraturan yang berlaku, dan (5) konsistensi dalam menjalankan aturan baik dalam memberi hukuman maupun dalm penghargaan.
Kelima unsur disiplin itu berhubungan antara satu dengan yang lain. Apabila salah satu dari hal tersebut di atas hilang, maka akan menyababkan sikap yang tidak menguntungkan dan dapat menimbulkan perilaku yang tidak sesuai dengan standar dan harapan sosial.

1. Peraturan
            Salah satu unsur pokok disiplin adalah peraturan. Peraturan adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata tingkah laku seseorang dalam suatu kelompok, organisasi, institusi atau komunitas. Di suatu institusi misalnya, dibuat suatu peraturan mengenai penggunaan seragam kerja, jadwal jam kerja, pembagian tugas, dan lain sebagainya. Peraturan yang dibuat haruslah dapat dimengerti, diingat, dan diterima, apabila peraturan yang diberikan tidak dapat atau hanya sebagian yang dimengerti maka peraturan tersebut tidak berharga sebagai pedoman perilaku.
            Anonimous (2003), menjelaskan bahwa penggunaan aturan adalah untuk meningkatkan disiplin pada seseorang agar dapat belajar hidup bersama dangan orang lain.

2. Kebiasaan-kebiasaan
            Di samping aturan-aturan yang bersifat positif dan formal, ada pula kebiasaan-kebiasaan (habit) sosial yang tidak tertulis. Meskipun tidak tertulis, kebiasaan-kebiasaan ini telah memjadi semacam keharusan sosial dan menjadi kewajiban setiap anggota masyarakat untuk melaksanakannya.
            Kebiasaan telah menjadi kultur di masyarakat, kebiasaan –kebiasaan itu ada yang bersifat tradisional dan ada yang bersifat modern. Yang tradisional bisa berupa kebiasaan menghormati dan bertegur sapa kepada orang lain. Sedangkan yang bersifat modern misalnya kebiasaan mendengar dan mengikuti berita di TV, kebiasaan membaca buku dan membuka internet.

3. Hukuman 
            Hukuman dalam bahasa inggrisnya punishment, berasal dari kata kerja latin punire berarti suatu bentuk kerugian atau kesakitan yang dijatuhkan pada seseorang yang berbuat kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara tersirat hukuman itu terjadi karena kesalahan, perlawanan, atau pelanggaran yang disengaja. Ini berarti bahwa orang itu mengetahui bahwa perbuatan itu salah namun masih dilakukan.
Anonimous, (2003) mengumukakan bahwa tujuan  dari hukuman adalah menghentikan anak untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku dengan menggunakan metode yang memberikan efek jera baik secara biologis maupun psikologis.
Ada empat jenis hukuman yaitu : (1)hukuman fisik seperti menampar dan memukul, (2) hukuman dengan kata-kata seperti meremehkan dan membentak dengan kata-kata kasar, (3) hukuman berupa larangan seperti melarang melakukan istirahat pada saat bekerja, (4) dan hukuman dengan pinalti seperti memotong gaji ssesoerang apabila ia melakukan pelanggaran.
Beberapa cara memberikan hukuman agar tidak mengarah kepada kekerasan fisik, ataupun kekerasan kata-kata adalah sebagai berikut:
a. restitusi
Restitusi adalah teknik hukuman dengan melaksanakan perbuatan yang tidak menyenangkan atau memberikan ganti rugi setelah seseorang melakukan perbuatan yang salah. Misalnya menyuruh melakukan pekerjaan tambahan atau menyuruh mengganti barang yang telah dirusakkan.
b. deprivasi
Deprivasi adalah cara menghukum seseorang dengan mencabut atau membatalkan hak seseorang dan mengasingkannya pada tempat-tempat tertentu.

4. Penghargaan
            Penguatan positif adalah teknik terbaik untuk mendorong tingkah laku yang diinginkan. Penghargaan dapat mendorong orang lebih termotivasi untuk melakukan hal yang benar dan menghindari hukuman. Pemberian penghargaan tidak sama dengan sogokan. Penghargaan merupakan cara untuk menunjukkan pada seseorang bahwa ia telah melakukan hal yang benar. Menurut Maslow (1970), penghargaan adalah salah satu dari kebutuhan pokok yang mendorong seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya. Seseorang akan terus berupaya meningkatkan dan mempertahankan disiplin, apabila pelaksanaan disiplin itu menghasilkan prestasi dan produktivitas yang kemudian mendapatkan penghargaan.  
            Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam pengembangan diri dan tingkah laku seseorang. Penghargaan yang diberikan tidak harus berbentuk materi atau hadiah, tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian atau senyuman. Pemberian penghargaan harus mempunyai fungsi dan peranan penting. Pertama, penghargaan mempunyai nilai mendidik; kedua, penghargaan berfungsi sebagai motivasi pada seseorang untuk mengulangi atau mempertahankan perilaku yang disetujui secara sosial; dan ketiga, penghargaan berfungsi memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial.



5. Konsistensi
            Konsisten menunjukkan kesamaan dalam isi dan penerapan sebuah aturan. Disiplin yang efektif harus memenuhi unsur konsistensi, harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman perilaku baik konsistensi dalam cara peraturan itu diterapkan maupun konsistensi dalam pemberian hukuman dan atau penghargaan.

D. UPAYA-UPAYA PEMBENTUKAN PERILAKU DISIPLIN
            Secara alamiah, seseorang sebenarnya telah memiliki pengetahuan dan tanggung jawab sosial untuk membentuk disiplin dirinya, mereka memperoleh pengetahuan mengenai tugas dan tanggung jawab itu dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Untuk itu mereka selalu berupaya berprilaku yang sesuai dengan harapan masyarakat.

a. Pendekatan dalam pembentukan disiplin
            Berbagai cara dan kebiasaan kelompok dan masyarakat dalam membentuk disiplin seseorang tergantung kepada pengalaman,sikap, karakter, kebiasaan pribadinya. Umumnya cara pembentukan disiplin seseorang dapat dikelompokkan dalam dua pendekatan, yaitu negatif dan positif.
Disiplin negatif biasanya didasarkan pada perjanjian yang ada, kalau seseorang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan maka ia akan dikenakan hukuman, seperti ancaman, teriakan hingga tamparan. Namun cara itu tidak efektif untuk membantu seseorang berubah menjadi baik.
Disiplin positif adalah berpusat pada pengajaran dan bukan pada hukuman. Dengan disiplin positif seseorang diberikan informasi yang benar dan dibutuhkan agar mereka dapat belajar dan mempraktekkan tingkah laku yang benar.

b. Tujuan dan cara-cara pembentukan disiplin
            Tujuan disiplin adalah  membentuk tingkah laku seseorang agar sesuai dengan keinginan masyarakat, dan menghindari tingkah laku yang tidak di-inginkan. Secara esensial disiplin adalah upaya membentuk perilaku saling menghargai, adil, dan konsistensi melalui cara-cara yang tegas.       
            Menurut  Hurlock (1978) ada tiga bentuk dan cara disiplin yang efektif. Pertama, disiplin yang bersifat permisif dan demokratis, disiplin ini tidak menggunakan banyak aturan dan memberikan kebebasan serta kesempatan sepenuhnya pada seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pertimbangan dan kemampuan mereka. Kedua, disiplin yang otoriter dan keras, disiplin ini tidak memberi kesempatan untuk bertanya tentang aturan yang diterapkan, bentuk disiplin ini akan meluas kepada perlakuan kekerasan dan penganiayaan kepada seseorang. Ketiga, disiplin yang situasional dan moderat, disiplin ini memberi penjelasan yang memadai tentang aturan dan perilaku mana yang baik dan yang tidak baik, serta memberi kebebasan utuk mengembangkan tingkah lakunya sesuai dengan harapan masyarakat.

c. Strategi pengembangan disiplin
            Curvin dan Mendler (1988) mengemukakan bahwa program pendisiplinan yang efektif sekurang-kurangnya terdiri atas unsur-unsur : tujuan, aturan, prinsip-prinsip, prosedur intervensi atau penguatan, dan proses penilaian yang bersifat implicit ataupun eksplisit. Tujuan menyangkut apa yang ingin dicapai oleh program pendisiplinan. Aturan berkenaan dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku yang sehari-hari dilanggar. Prinsip-prinsip menyangkut apa sikap dan tingkah laku umum dalam berbagai interaksi. Prosedur intervensi dan penguatan berhubungan dengan langkah tindakan apa yang dilakukan bila suatu aturan dilanggar. Evaluasi mencakup kegiatan penilaian terhadap tingkah laku dan keberhasilan program pendisiplinan mencapai tujuannya.
Parameter yang digunakan  untuk menilai keberhasilan program pendisiplinan adalah seberapa jauh ia menunjukkan tingkah laku yan didiinginkan, yaitu tingkah laku yang sesuai dengan aturan-aturan dan norma-norma yang berlaku di lingkungan-nya.
Perubahan tingkah laku menurut Curvin dan Mendler (1988) tergantung pada pengetahuan, kesadaran moral, dan kehendak bebas yang dimiliki. Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah pengalaman, informasi, wawasan dan pengertian yang terbentuk dalam diri seseorang mengenai suatu perbuatan yang dapat dilakukan dan dipertimbangkan untuk tidak memilih perbuatan lain yang tidak sesuai dengan aturan-aturan, dan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.
Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri di mana seseorang dapat melihat dirinya berhadapan dengan hal yang baik dan buruk. Kesadaran moral ini merupakan unsur penting untuk menjadi pengendali dalam menentukan sikap dan bertingkah laku sesuai dengan aturan dan norma-norma sosial yang tertulis maupun tidak tertulis.
Selanjutnya, kehendak bebas dapat diartikan sebagai adanya kebebasan yang dialami, dan kemampuan serta kesengajaan untuk memilih. Secara lebih spesifik disiplin diri berkaitan dengan prinsp kesengajaan dan kehendak bebas dalam membuat pilihan nilai dan bertindak (Poedjawijatna, 1984). Kehendak bebas adalah kecenderungan dari dalam diri seseorang untuk bertindak atas pilihannya sendiri tanpa unsur paksaan, persuasi, arahan atau pengaruh arang lain. Faktor kesengajaan dan kehendak bebas inilah yang menjadi dasar penilaian terhadap tingkah laku seseorang.
Strategi pengembangan disiplin secara efektif dapat melalui : (1) mempelajari tingkah laku seseorang, (2) beberapa cara menghadapi pendisiplinan misalnya, mempelajari, menyimak masalah, memilih alternatif pemecahan masalah dan menghadapi masalah dengan tenang, (3) menerapkan pedoman pendisiplinan, misalnya dengan adanya peraturan-peraturan tertulis yang telah disepakati bersama dan sanksi bila melanggar kedisiplinan.   
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mengikuti rencana dan prosedur penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, hal-hal yang harus ada adalah sebagai berikut:
1.      Data dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.       Hasil observasi yang berupa keaktifan siswa dalam belajar sains, baik sebelum dilaksanakan tindakan maupun pada saat dilaksanakan tindakan. Hasil observasi tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat keaktifan siswa dalam belajar sains.
b.      Hasil tes tentang kemampuan siswa dalam memahami isi/materi pembelajaran sains, dalam hal ini berupa hasil belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran sains.
Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah 14 orang siswa kelas V SD No.2 Banjar Tegal, Singaraja. Dengan rincian siswa laki-laki berjumlah 8 orang dan siswa perempuan berjumlah 6 orang.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar No. 2 Banjar Tegal, Singaraja. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: (1) Guru-guru di SD No 2 Banjar Tegal, Singaraja memberi respon positif atas kerjasama perguruan tinggi dalam bidang pendidikan, penelitian, dan juga kegiatan pengabdian masyarakat di sekolah dasar, (2) Guru kelas V SD No.2 Banjar Tegal, Singaraja setuju melaksanakan inovasi pembelajaran, terutama dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, penelitian tentang peningkatan keaktifan dan hasil belajar sains melalui implementasi model siklus belajar mendapat respon positif, sehingga peneliti dengan mudah dan selalu berkolaborasi dengan guru selama penelitian berlangsung, (3) Disamping itu SD No 2 Banjar Tegal, Singaraja telah cukup lama menjadi mitra kerja/ Undiksha dalam kegiatan PPL mahasiswa D-2 PGSD.

3.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Data tentang keaktifan siswa dalam belajar sains diperoleh dengan cara mengobservasi aktivitas siswa saat penerapan model siklus belajar dalam pembelajaran sains. Aktivitas siswa yang diamati adalah (1) adanya dorongan ingin tahu yang kuat dari siswa, (2) siswa sering mengajukan pertanyaan kepada guru/temannya, (3) siswa memiliki banyak gagasan/ usul pemecahan masalah, (4) siswa memiliki rasa kebebasan untuk berpendapat dan dapat bekerja sendiri, (5) siswa senang mencoba hal-hal baru. Setiap aspek dari bentuk keaktifan siswa diberikan skor dengan skala 1-5 ( skor 1 menunjukkan siswa sangat tidak aktif /STA, skor 2 siswa tidak aktif /SA, skor 3 siswa kurang aktif /KA, skor 4 menunjukkan siswa aktif /A, dan skor 5 menunjukkan siswa sangat aktif /SA) Total skor maksimal 25 (menunjukkan siswa sangat aktif /SA), dan total skor minimal 5 (menunjukkan siswa sangat tidak aktif /STA). rinciannya adalah sebagai berikut:

Aspek Keaktifan Belajar Siswa
Skala Skor
1
2
3
4
5
Dorongan ingin tahu yang kuat





Sering mengajukan pertanyaan





Memiliki banyak gagasan/ usul pemecahan masalah





Memiliki rasa bebas berpendapat dan bekerja sendiri





Senang mencoba hal-hal baru





b.       Data tentang hasil belajar siswa dalam pembelajaran sains melalui implementasi model siklus belajar dapat dikumpulkan berdasarkan hasil tes tulis atau tugas-tugas yang diberikan kepada siswa. Untuk mendapatkan data yang akurat peneliti bersama guru (tim peneliti) mengadakan pengamatan dan melakukan tes atau memberikan tugas-tugas selama penelitian berlangsung.

4. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistic deskriptif dan metode analisis deskriptif. Metode analisis statistik deskriptif menurut Sutrisno Hadi (1986) adalah cara mengolah data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus-rumus statistic deskriptif seperti distribusi frekuensi, grafik, mean, median, modus untuk menggambarkan keadaan suatu subjek, sehingga diperoleh kesimpulan umum. Dalam penggunaan metode analisis statistik deskriptif ini, data disajikan ke dalam (1) tabel distribusi frekuensi, (2) Menghitung Mean, Median, dan Modus, (3) menyajikan data kedalam grafik. Metode analisis deskriptif kuantitatif menurut Agung Gede Agung (1999) adalah suatu cara mengolah data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis dalam bentuk angka-angka dan atau presentase mengenai keadaan suatu objek yang diteliti sehingga diperoleh kesimpulan umum.
Metode analisis deskriptif kuantitatif ini digunakan untuk menentukan tingkat hasil belajar sains dan tingkat keaktifan belajar siswa yang konversikan ke dalam penilaian acuan patokan (PAP) skala lima, dengan rumusnya seperti berikut:   M (%) =       M   x I00 %
         SMI
Keterangan:
      M (%)        : Rata-rata persen
      M               : Rata-rata skor
      SMI           : Skor Maksimal Ideal
Pedoman Konversi PAP

Presentase
Kriteria Hasil
Belajar
Kriteria Keaktifan
Belajar
90 - 100
Sangat tinggi
Sangat aktif
80 - 89
Tinggi
Aktif
65 - 79
Sedang
Cukup aktif
55 - 64
Rendah
Kurang aktif
 0  - 54
Sangat rendah
Sangat kurang aktif


5. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dirancang akan dilaksanakan dalam dua (2) siklus. Pelaksanaan penelitian mengikuti tahap-tahap penelitian tindakan kelas seperti yang dikemukakan dalam buku pedoman penyusunan usulan dan laporan PTK (Depdiknas; 2006) sebagai berikut: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi, tahap evaluasi-refleksi untuk setiap siklus. Kegiatan setiap tahap setiap siklus diuraikan sebagai berikut:
5.1 Perencanaan Tindakan
Beberapa hal yang dapat dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut:

a.       Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan (Refleksi awal) yang telah diuraikan pada latar belakang, penelitian bersama-sama guru kelas V SD No 2 Banjar Tegal Singaraja mendiskusikan tindakan yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar, dan hasil belajar siswa dalam bidang sains. Melalui diskusi itu disepakati untuk mengimplementasikan model siklus belajar yang merupakan salah satu model belajar yang dianggap efektif dalam meningkatkan keaktifan belajar dan sekaligus juga hasil belajarnya. Karena model belajar ini siswa mengalami langsung objek belajar, melalui mencari, menemukan sendiri, menganalisis, dan sampai menarik kesimpulan tentang fakta, prinsip, dalil atau hukum.
b.       Peneliti bersama guru kelas V SD No 2 Banjar Tegal Singaraja, menelaah kurikulum, menyusun instrumen penelitian, dan merancang pembelajaran dengan model belajar siklus belajar.
5.2 Pelaksanaan Tindakan
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan rancangan yang telah disusun bersama-sama oleh peneliti dan guru, hal-hal yang dilaksanakan pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a.       Memantapkan kemampuan guru tentang model siklus belajar sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini dilaksanakan dengan memberikan informasi kepada guru dan dilanjutkan dengan diskusi.
b.       Mengimplementasikan tindakan. Guru bersama-sama peneliti melaksanakan pembelajaran sains dengan mengimplementasikan model siklus belajar. Secara kolaboratif, guru dan peneliti menyampaikan materi sesuai pokok bahasan yang dipilih, kemudian siswa diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi materi secara bebas. Berdasarkan topik yang telah dipilih atau ditentukan, selanjutnya siswa melakukan berbagai kegiatan ilmiah seperti, mengamati, membandingkan, mengelompokkan, menginteprestasikan sehingga menemukan konsep-konsep penting yang sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Melalui bertanya dan diskusi pada teman ataupun guru, siswa mengakomodasi konsep untuk dapat diasimilasikan. Pada fase eksplorasi ini siswa yang banyak melakukan aktivitas, sedangkan guru hanya memberikan orientasi tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengajukan pertanyaan untuk mengarahkan kegiatan siswa, memberikan motivasi, serta mengidentifikasi dan membimbing siswa agar dapat memecahkan masalah yang sedang dipelajari. Selanjutnya fase pengenalan konsep, dimana peran guru lebih dominan, yaitu guru membantu siswa untuk mengidentifikasi konsep, prinsip, dalil/hukum yang berhubungan dengan pengalaman yang diperoleh siswa pada fase eksplorasi. Pada fase terakhir adalah penerapan konsep. Dalam hal ini siswa diminta untuk menerapkan konsep yang baru mereka pahami untuk memecahkan masalah-masalah dalam situasi yang berbeda. Dalam hal ini guru bertugas untuk menyiapkan berbagai kegiatan atau permasalahan yang relevan dengan konsep yang sedang dibahas.
5.3 Observasi
Selama pelaksanaan tindakan, dilakukan observasi terhadap aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan format observasi yang telah disiapkan. Observasi dilakukan secara bersama-sama antara peneliti dengan anggota peneliti (GURU) untuk mengetahui ketepatan  atau kesesuaian prosedur pelaksanaan tindakan dan kebermaknaan tindakan. Dalam kegiatan observasi ini, peneliti bersama guru berusaha mengenali, merekam, dan mendokumentasikan semua aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan secara terus menerus dari siklus I sampai dengan siklus II. Hasil pengamatan ini kemudian didiskusikan bersama antara guru dan peneliti, sehingga dapat direfleksikan untuk menentukan tindakan pada siklus berikutnya.
5.4 Evaluasi dan refleksi
Pada setiap akhir siklus dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keaktifan dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran sains berdasarkan model siklus belajar. Dari hasil evaluasi selanjutnya dilaksanakan refleksi yang berkaitan dengan menganalisis, menyintesis, memaknai, menjelaskan dan menyimpulkan (Rofiluddin dalam Arini, 2005). Hasilnya berupa informasi yang digunakan sebagai dana untuk merancang kegiatan yang perlu dilakukan pada tindakan atau siklus berikutnya.
Setiap selesai satu siklus, peneliti bersama tim peneliti (guru), mengadakan refleksi, semua hasil observasi, hasil evaluasi dijadikan bahan untuk menganalisis kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan yang teIjadi dalam tindakan yang telah dilaksanakan. Disamping itu, melalui refleksi ini, tim peneliti mendiskusikan langkah-langkah yang dapat dilaksanakan sebagai masukan tindakan perbaikan rencana tindakan pada siklus selanjutnya, sehingga kelemahan pada siklus selanjutnya dapat ditekan seminimal mungkin dan diperoleh hasil yang optimal. Rencana yang akan dilaksanakan pada siklus II merupakan penyempumaan tindakan siklus I (berdasarkan hasil refleksi akhir siklus I).

Prosedur penelitian tindakan yang akan dilaksanakan dalam dua siklus dapat digambarkan sebagai berikut :



Refleksi
Awal
 
 

                                                
o


Penyusunan
Laporan
 
 





PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimilki oleh suatu organisasi, oleh karena itu pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan mutlak diperlukan. Pelatihan dan pengembangan diperlukan, adalah untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang maupun tantangan di masa depan.
Banyak orgaisasi yang menyelenggarakan program pengenalan dengan sangat konprenhensip. Pegawai yang sudah berpengalaman pun selalu memerlukan pengetahuan keterampilan dan kemampuan, karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan prodktifitas kerja.

       I.      PENGERTIAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN

Istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah pengembangan. Pengembangan (development) menunjuk kepada kesempatan-kesempatan belajar (learning appartuinities) yang dirancang guna membantu pengembangan para pekerja. Pelatihan yang paling dianggap sebagai aktivitas yang paling utama dilihat dan paling umum dari semua aktivitas kepegawaian.
Beberapa komen-tator yang menekankan arti simbolis dari pelatihan mengemukakan bahwa orang-orang menerima prestise dan bahasan-bahasan  yang tidak dilihat lainya melalui pelatihan, oleh karena itu pelatihan juga dapat memperbaiki kepuasan kerja. Pelatihan dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kemampuan pegawai melaksanakan tugas sekarang, sedangkan pengembangan lebih berorientasi pada peningkatan produktivitas kerja para pekerja di masa depan.
Suatu pelatihan dapat bersifat pengembangan bagi pegawai yang bersangkutan karena mempersiapkanya memikul tanggung jawab yang lebih besar dikemudian hari. Penekanan pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan melaksanakan tugas sekarang. Pengembangan menekankan peningkatan kemampuan melaksanakan tugas baru di masa depan. Pelatihan adalah bentuk investasi jangka pendek sedangkan pengembangan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang. Pelatihan bermanfaat dalam situasi dimana para pegawai kekurangan keterampilan dan pengetahuan. Pelatihan lebih sebagai sarana yang ditunjukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas atau kurangnya kepercayaan diri anggota atau kelompok anggota tertentu. 

    II.      MANFAAT PELATIHAN.
Pelatihan dan pengembangan mutlak perlu dilakukan, kesemuanya bermuara pada peningkatan produktvitas kerja organisasi sebagai keseluruhan. Bagi organisasi terdapat paling sedikit tujuh manfaat uang dapat dipetik melalui penyelenggaraan program pelatihan dan pengembangan yaitu: peningkatan produktifitas kerja organisasi sebagai keseluruhan antara lain karena tidak terjadinya pemborosan, kecermatan melaksanakan tugas tumbuh suburnya kerja sama, meningkatnya tekad mencapai  sasaran sehingga organsasi bergerak secara utuh.

 III.      LANGKAH-LANGKAH PELATIHAN.
Tiga tahap utama dalam pelatihan pengembangan, yaitu:
a.      Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Traning Needs).
Tujuan penentuan keebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan/atau menentukan apakah perlu atau tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut. Pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan yakni:
1)      General Treatment Need.
Yaitu: penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa, memperhatikan data mengenai kinerja dari seorang pegawai  tertentu.
2)      Observable Performance Discrepancies.
Yaitu: jenis penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, pertanyaan, dan evaluasi atau penilaian kinerja dan dengan cara meminta para pekerja untuk mengawasi (to keep track) sendiri hasil kerjanya.
3)      Future Human Resourses Needs
Jenis keperluan pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidak sesuaian kinerja tetapi lebih berkaitan dengan keperluan sumber daya manusia untuk waktu yang akan datang.

b.      Mendesain Program Pelatihan (Desanding A Trainng Program).
            Ketepatan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan yang hendak dicapai identifikasi mengenai apa yang diinginkan agar para pekerja harus mengetahui dan harus melakukan. Terdapat dua jenis sasaran pelatihan,  yakni:
  1. Knowledge-Centered Objectives
  2. Performance-Centered Objectives.
Pada jenis pertama biasanya berkaitan dengan pertambahan pengetahuan, atau perubahan sikap sedangkan jenis yang kedua mencakup syarat-syarat khusus yang berkisar pada metode atau teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan dan sebagainya.

1)      Metode Pelatihan.
Metode pelatihan yang tepat tergantung kepada tujuanya. Tujuan dan/atau sasaran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakaian metode yang berbeda pula.
2)      Prinsip Umum Bagi Metode Pelatihan.
Metode di atas harus memenuhi prinsip-prinsip seperti:
§  memotivasi para peserta pelatihan untuk belajar keterampilan yang  baru.
§  memperlihatkan keterampilan-keterampilan yang diinginkan untuk dipelajari.
§  harus konsisten dengan isi (misalnya: menggunakan pendekatan interaktif untuk mengerjakan keterampilan-keterampilan interpersonal).
§  memungkinkan partisipasi aktif.
§  memberikan kesempatan berpraktek dan perluasan keterampilan.
§  memberikan feedback mengenai performance selama pelatihan.
§  mendorong adanya pemindahan yang positif dari pelatihan ke pekerjaan, dan harus efektif dari segi biaya.

c.       Evaluasi Efektifitas Program Pelatihan (Evaluating Training Program Effectivencess).
            Supaya efektif, pelatihan harus merupakan suatu solusi yang tepat bagi permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan tersebut harus dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan keterampilan. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif di dalam mencapai sasaran-sasaranya yang telah ditetapkan.
1.      Tipe-Tipe Kreteria Efektifitas Program Pelatihan.
Program pelatihan bisa dievalusi berdasarkan informasi yang bisa di peroleh pada lima tingkatan yaitu:
§  reaction.
§  learning.
§  behaviors.
§  organizational result.
§  cost efectivity.

2.      Model-Model Penilaian.
Ada dua model penilaian pelatihan yaitu:
§  model uncontroled.
Model ini biasanya tidak memakai kelompok pembanding dalam melakukan penilaian dampak pelatihan terhadap  hasil dan performasi kerjanya.
§  model controled
Model yang dalam melakukan penilaian efectifitas program pelatihan menggunakan sistem pembanding.
Model penilaian umum adalah uncontroled, dimana kinerja kerja diukur sebelum pelatihan dan sesudahnya.

 IV.      PELATIHAN SUPERVISOR, PENGEMBANGAN TEAM DAN PENGEMBANGAN BAGAN ORGANISASI.

            Para manager dan supervisor organisasi bertanggung jawab tidak hanya bagi kinerja mereka sendiri, tetapi juga bagi kinerja dari para pekerjanya sendiri. Akibatnya tujuan dari pelatihan supervisi adalah untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan pengawasan atau supervisi dan manajemen supaya membantu menejemen kepegawaian untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain dan untuk membantu pegawai-pegawai dari manager dan supervisor agar bekerja lebih baik dan tangkas.
Ada dua jenis pelatihan, yaitu: organizaton development (OD) dan sensitivity training.
1.      organization development
yaitu: para manager dan supervisor tidak hanya bertanggung jawab pada pelatihan terhadap para pegawai secara perorangan untuk meningkatkan keteramplan kerja mereka, tetapi juga membantu meningkatkan kualitas hubungan kerja dari para pegawai.
      Ciri-ciri organization development:
a.       change oriented.
b.      action orinted.
c.       aimed at employees.
2.      sensitivity training
yaitu: hubungan-hubungan kerja dalam kelompok kecil dan action research yang didasarkan pada pengumpulan data dan pengumpanya kembali kepada para peserta guna memampukan mereka untuk merubah perilakunya sendiri.
Organisasi development memusatkan diri pada variable-variable proses yang terdiri dari interaksi manusiawi ketimbang dari hasil kerja itu sendiri.




Perbedaan Organisasi Dan Pelatihan

Pengembangan Organisasi
Pealatihan
Keduanya
§    Orientasi pada peserta.
§    Orientasi proses.
§    Pusat perhatian hubungan antara individu dengan organisasi.
§   Orientasi pada pelatih
§   Orientasi tugas.
§   Pusat perhatian pada suatu bidang kerja.
§    Orientasi perubahan.
§    Orientasi tindakan.
§    Dapat diterapkan pada segenap pegawai organisasi.




RANGKUMAN

            Pelatihan dan pengembangan bermanfaat bagi organisasi, bagi para pegawai maupun bagi penumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok kerja dalam suatu organisasi.
            Tahapan-tahapan pelatihan ada tiga yaitu:
1.      penentuan kebutuhan pelatihan.
2.      desain program pelatihan.
3.      evaluasi program pelatihan.